GRESIK, Radar CNN Online — Dugaan praktik pungutan liar dengan menggunakan “tangan komite” kembali mencuat, kali ini terjadi di SMAN 1 Menganti Gresik. Mus Indriana, selaku Kepala Sekolah, diduga melakukan pembiaran bahkan memanfaatkan komite sekolah untuk menarik pungutan yang disebut sebagai “uang mutu pendidikan”.
Pada Penerimaan Siswa Baru (PSMB) Tahun Ajaran 2025/2026, SMAN 1 Menganti memiliki total 1.168 siswa/i. Setiap siswa diwajibkan membayar uang mutu pendidikan sebesar Rp150.000 per bulan. Jika dikalikan jumlah siswa, total dana yang terkumpul mencapai Rp175.200.000 per bulan, atau setara Rp2.102.400.000 dalam setahun.
Padahal, aturan mengenai larangan pungutan telah diatur jelas dalam Permendikbud No. 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Dalam regulasi tersebut disebutkan bahwa pungutan tidak boleh dibebankan kepada peserta didik maupun orang tua/wali murid.
Meski demikian, argumentasi yang terus digunakan Kepala Sekolah untuk membenarkan praktik ini tetap sama dari tahun ke tahun, yaitu bahwa pungutan tersebut merupakan keputusan rapat orang tua dengan komite sekolah.
Pernyataan “Ini bukan pungli karena sudah diputuskan melalui rapat orang tua dan komite” menjadi kalimat pembenaran yang kerap diulang, meskipun faktanya peraturan telah melarang pungutan dalam bentuk apa pun, kecuali sumbangan sukarela tanpa paksaan.
Kenyataannya, masih banyak sekolah memanfaatkan peran komite sebagai celah untuk menarik sumbangan berkedok peningkatan mutu, tambahan honor mengajar, hingga alasan-alasan lain yang dicurigai dibuat-buat. Kondisi ini telah menjadi rahasia umum di dunia pendidikan.
Orang tua siswa, terlepas dari latar belakang ekonomi, sering kali tidak berdaya ketika berada dalam situasi rapat komite yang tampak aspiratif namun pada kenyataannya menggiring mereka pada keputusan yang sudah dirancang sebelumnya. Biasanya akan selalu muncul “pahlawan kesiangan” yang mengatasnamakan kepedulian pendidikan untuk mendorong persetujuan pungutan.
Dugaan kuat, inisiatif pungutan umumnya berasal dari Kepala Sekolah yang bekerja sama dengan Ketua Komite. Ketua Komite biasanya masih canggung karena berhadapan dengan otoritas sekolah, sementara Kepala Sekolah berperan besar dalam menyusun skema pungutan.
Kesadaran bahwa praktik tersebut merupakan pelanggaran membuat Kepala Sekolah kerap berlindung di balik nama komite, seakan-akan tidak mengetahui apa-apa.
Saat dikonfirmasi, Mus Indriana selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Menganti Gresik tidak memberikan respons. Berulang kali dihubungi, namun tidak ada jawaban.
Dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2020, ditegaskan bahwa komite sekolah dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, pakaian seragam, maupun bahan pakaian seragam di sekolah, sebagai bentuk perlindungan terhadap beban keuangan orang tua.
Hingga berita ini ditayangkan, wartawan senior Jatim bersama LSM menyatakan akan mengawal kasus dugaan pungutan ini hingga ke Inspektorat Jawa Timur dan Aparat Penegak Hukum (APH).

Posting Komentar