Banten, Radar CNN Online | Masyarakat Suku Baduy yang mendiami pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, merupakan salah satu suku paling menarik di Indonesia. Mereka dikenal karena ketaatan menjaga tradisi leluhur dan konsisten menolak modernisasi. Suku Baduy terbagi menjadi dua kelompok utama: Baduy Luar dan Baduy Dalam, dengan perbedaan mencolok dalam cara hidup dan aturan adat.
Perjalanan menuju wilayah Baduy dimulai dari Terminal Ciboleger, titik terakhir yang dapat dijangkau kendaraan. Dari sini, pengunjung melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Sepanjang jalur, pengunjung disuguhi pemandangan alam asri, jalan setapak menanjak, dan jembatan bambu yang khas.
Masyarakat Baduy Luar yang ramah kerap menyapa wisatawan, menawarkan hasil kerajinan seperti kain tenun dan tas rajut.
Baduy Luar atau Kanekes Luar adalah kelompok yang lebih terbuka terhadap pengaruh luar. Mereka tinggal di desa-desa yang mengelilingi wilayah Baduy Dalam. Ciri khas mereka adalah pakaian berwarna biru atau hitam serta ikat kepala biru.
Berbeda dengan Baduy Dalam, mereka menggunakan sebagian alat modern seperti pisau, golok, dan barang dari luar. Mereka juga diizinkan berinteraksi lebih bebas dengan pendatang, termasuk menjual hasil kerajinan. Namun, mereka tetap memegang teguh aturan adat, seperti tidak menggunakan alas kaki dan tidak memakai kendaraan bermotor.
Di wilayah Baduy, khususnya di Baduy Dalam dan sebagian Baduy Luar, penggunaan sepeda motor dilarang. Larangan ini merupakan bagian dari pikukuh atau hukum adat.
Terdapat tiga alasan utama aturan ini:
Menjaga kelestarian alam – Sepeda motor dianggap menimbulkan polusi udara dan suara.
Mempertahankan kesederhanaan hidup – Sepeda motor dipandang sebagai simbol modernitas yang tidak sesuai dengan nilai tradisional.
Mencegah pengaruh luar berlebihan – Membatasi kendaraan juga membatasi interaksi dengan dunia luar.
“Bagi kami, menjaga alam sama artinya menjaga kehidupan. Kendaraan bermotor akan mengganggu keseimbangan itu,” ujar salah satu warga Baduy Luar.
Ciri khas mereka adalah pakaian serba putih dan ikat kepala putih. Aturan adat yang dipegang sangat ketat, di antaranya:
Tidak menggunakan listrik.
Tidak memakai alat modern seperti sabun, sampo, atau kendaraan bermotor.
Tidak menggunakan alas kaki.
Tidak mengikuti pendidikan formal; ilmu diperoleh dari alam dan orang tua.
Masyarakat Baduy Dalam hidup mandiri melalui bertani dan menenun, serta menerapkan gotong royong dalam kehidupan sehari-hari.
“Kami sudah diajarkan sejak kecil bahwa alam adalah guru, dan hidup sederhana adalah kekuatan kami,” kata seorang tetua adat di Cibeo.
Kunjungan ke Suku Baduy, baik Luar maupun Dalam, bukan sekadar perjalanan wisata, melainkan pelajaran tentang kearifan lokal dan ketahanan budaya.
“Meski dunia berubah, kami tetap pada jalan yang diwariskan leluhur. Itulah cara kami bertahan,” tutup tetua adat tersebut.
Redaksi: Ysf
Editor: Mnd
Posting Komentar