LAMONGAN, Radar CNN Online – Dugaan tindak pidana pencurian aset desa mencuat di Desa Manyar, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan. Dua oknum tokoh masyarakat, yakni Ketua RW 01 (Warji) dan Ketua RW 02 (Sholihin), diduga menebang dan menjual pohon jati milik desa kepada seorang warga Desa Trosono bernama Kartawi, tanpa mengantongi izin resmi dari pemerintah desa maupun instansi terkait.
Padahal, pohon desa merupakan aset yang pengelolaannya diatur ketat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Segala bentuk pemanfaatan atau penebangan aset tersebut harus melalui prosedur resmi yang melibatkan musyawarah desa, izin kepala desa, hingga persetujuan pemerintah daerah.
Kepala Desa Manyar, Efendi, S.H., M.Kn., saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui dan tidak pernah memberikan izin atas penebangan pohon tersebut.
“Saya memang tidak tahu-menahu, Mas. Bahkan saat penebangan pohon jati itu dilakukan, saya pun tidak diberi tahu. Secara tidak langsung, hal tersebut melanggar aturan yang berlaku,” ujar Efendi.
Lebih lanjut, Kepala Desa menjelaskan bahwa penebangan pohon desa memiliki mekanisme yang ketat, mulai dari perencanaan, pengajuan izin ke Dinas Kehutanan atau Pemerintah Daerah, penilaian nilai aset, hingga reboisasi. Ia menegaskan, aset desa tidak bisa dikuasai secara pribadi maupun atas dasar warisan turun-temurun.
Pihak media menilai bahwa pelanggaran prosedur tersebut dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang serius, mengingat penebangan dan penjualan pohon milik desa termasuk tindak pidana pencurian aset negara.
Berdasarkan ketentuan hukum, pelaku penebangan dan penjualan pohon jati milik desa tanpa izin dapat dijerat dengan:
Pasal 363 KUHP: Hukuman penjara paling lama 7 tahun.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan: Hukuman penjara hingga 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar.
Sanksi administratif berupa kewajiban mengembalikan kerugian negara serta melakukan pemulihan lingkungan.
Selain itu, pembeli pohon, Kartawi, juga dapat terjerat pasal pidana karena diduga melanggar:
Pasal 362 KUHP (Pencurian),
Pasal 480 KUHP (Penerimaan barang hasil kejahatan), dan
Pasal 50 ayat (3) huruf d UU Kehutanan tentang larangan membeli kayu tanpa izin resmi.
Hingga berita ini diterbitkan, awak media terus berkoordinasi dengan pihak terkait agar dugaan pencurian aset desa tersebut segera ditindaklanjuti dan mendapatkan kepastian hukum.
Kepala Desa Manyar menambahkan, semula ia beranggapan bahwa pengelolaan aset desa sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah desa. Namun, kedua Ketua RW tersebut bersikeras menyatakan bahwa mereka memiliki hak terhadap aset dimaksud.
“Akhirnya saya memilih tidak ikut campur dalam hal ini. Tapi yang jelas, saya tidak pernah mengeluarkan izin apa pun untuk penebangan pohon tersebut,” tegas Efendi, yang akrab disapa Pak Benny.
Editor: Adytia Damar
Posting Komentar