"Hasil Merampok dari Para Pemohon Namanya Itu," Ucap Majelis Hakim dalam Sidang Lanjutan Dugaan Pungli PTSL Desa Trosobo, Taman.

 


Sidoarjo, RadarCNN Online – Sidang lanjutan perkara dugaan pungutan liar (pungli) dalam Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Trosobo, Kecamatan Taman, Sidoarjo, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Juanda, Selasa (10/06/2025). Sidang kali ini menghadirkan saksi untuk pembuktian atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, I Putu Kisnu Gupta, S.H.

Empat saksi dihadirkan oleh JPU, yakni Mustofa, Gunawan, dan Samsuri ketiganya perangkat Desa Trosobo serta Ketua Panitia PTSL Desa Trosobo, Wahyu Setio Utomo. Kedua terdakwa, Kepala Desa Trosobo nonaktif Heri Achmadi, S.H., dan Sari Diah Ratna turut dihadirkan untuk mendengarkan kesaksian para saksi.

Saksi Mustofa, Kepala Dusun (Kasun) Tanjung, Desa Trosobo, dalam kesaksiannya mengungkapkan bahwa dirinya hanya sebatas membantu proses PTSL, mendampingi pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sidoarjo ketika melakukan pengukuran tanah pada masing-masing bidang yang diajukan pemohon. Ia juga mengaku membantu membukakan Letter C khusus warga Dusun Tanjung ketika dibutuhkan untuk pengecekan bidang.

Mustofa mengaku mengetahui adanya kotak yang disediakan panitia bagi para pemohon untuk diisi uang seikhlasnya. “Saya tahu ketika membukakan Letter C, di sebelah saya ada kotak yang disediakan untuk diisi uang seikhlasnya. Kotak itu ditaruh di ruang BPD,” tutur Mustofa.

Selain itu, Mustofa juga membenarkan adanya pungutan sebesar Rp300 ribu di luar biaya resmi. Namun, ia mengaku tidak mengetahui peruntukan dana tersebut. “Betul, ada pungutan Rp300 ribu, tapi saya tidak tahu itu untuk apa. Cuma waktu itu warga datang ke rumah saya, marah-marah, minta uang dikembalikan. Saya tanya bayar ke siapa, warga menjawab bayar ke Pak Gunawan. Akhirnya saya suruh warga minta ke Pak Gunawan karena saya tidak tahu-menahu,” terang Mustofa.

Sementara itu, saksi Gunawan, Kepala Dusun Trosobo, Desa Trosobo, dalam kesaksiannya juga menyatakan hal yang sama seperti Mustofa. Ia mengaku hanya membantu mendampingi petugas BPN saat pengukuran tanah di wilayahnya.

Gunawan mengungkapkan bahwa pungutan tambahan sebesar Rp300 ribu kepada warga pemohon merupakan perintah dari terdakwa Heri Achmadi. “Atas perintah Kades, saya dimintai tolong bagi warga yang butuh surat hibah/waris untuk melengkapi berkas, dikenakan biaya Rp300 ribu,” ungkapnya.

Gunawan menyebutkan bahwa terdapat sekitar 23 orang di wilayahnya yang mengurus surat hibah/waris. Dari 23 orang tersebut terkumpul uang sebesar Rp6,9 juta, yang kemudian diserahkan ke Rini, Kasi Perencanaan Desa Trosobo. Dalam persidangan, Gunawan mengaku tidak tahu apakah uang itu kemudian diserahkan kepada terdakwa Heri Achmadi, bertolak belakang dengan keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang menyatakan bahwa uang tersebut disetorkan ke Heri Achmadi melalui Rini.

Gunawan juga mengaku setelah Program PTSL selesai, panitia mengadakan refreshing ke Trenggalek, di mana panitia membagikan uang sisa dari PTSL kepada seluruh panitia dan perangkat desa, termasuk kedua terdakwa. “Saya menerima uang dalam amplop sebesar Rp1 juta, tapi sudah saya kembalikan ke Kejaksaan,” ujarnya.

Saksi Samsuri, Kasi Kesejahteraan (Kesra) Desa Trosobo, juga mengungkapkan hal yang sama. Ia diminta oleh terdakwa Heri Achmadi untuk membantu memungut uang Rp300 ribu sebagai biaya pengurusan surat hibah/waris yang diperlukan untuk kelengkapan berkas PTSL.

“Kami diminta Pak Kades (terdakwa Heri Achmadi), untuk warga yang kurang dalam pemberkasan surat hibah/waris, agar mendapatkan tanda tangan diminta berpartisipasi sebesar Rp300 ribu. Ada 7 orang yang setor ke saya,” ungkap Samsuri kepada JPU.

Samsuri juga mengatakan bahwa dirinya membantu membuka dan memperlihatkan buku Letter C kepada para pemohon PTSL ketika dibutuhkan.

Saksi Wahyu Setio Utomo, Ketua Panitia PTSL Desa Trosobo, menjadi saksi yang paling banyak dicecar pertanyaan, baik dari JPU, penasihat hukum, maupun Majelis Hakim. Ia bertanggung jawab atas kelancaran dan keberlangsungan program PTSL di Desa Trosobo.

Dalam keterangannya, Wahyu menyatakan tidak mengetahui adanya pungutan Rp300 ribu untuk pengurusan surat hibah/waris. Ia hanya mengetahui pungutan resmi sebesar Rp150 ribu sesuai ketentuan dalam SKB 3 Menteri.

Pernyataan Wahyu yang paling mendapat reaksi keras dari Ketua Majelis Hakim, I Dewa Gede Suarditha, adalah ketika Wahyu mengatakan bahwa pemohon diminta menyiapkan patok dan materai sendiri untuk menghemat pengeluaran. “Uang Rp150 ribu itu belum termasuk patok dan materai. Itu berdasarkan surat edaran dari Pak Kades,” ungkap Wahyu.

“Kita sebenarnya menghemat pengeluaran, dalam arti kita menghemat agar tidak terlalu boros,” tambah Wahyu, menyatakan bahwa permintaan agar warga menyiapkan sendiri atas dasar edaran dari Kades Heri Achmadi.

Pernyataan ini langsung memantik reaksi keras dari Ketua Majelis Hakim. “Itu yang kamu bilang hemat-hemat itu, hemat mengibuli masyarakat kok hemat. Itu bukan hemat, ngibul itu namanya, bohongi masyarakat,” tegas I Dewa Gede Suarditha.

Hal tersebut melanggar ketentuan dalam SKB 3 Menteri, yang menyebutkan bahwa biaya Rp150 ribu sudah termasuk patok dan materai. Namun, masyarakat tetap diminta menyediakan keduanya. Dari 1.458 pemohon, terkumpul dana sebesar Rp218,7 juta yang seluruhnya disetorkan ke Bendahara PTSL, Nurainiyah.

Wahyu juga mengungkap bahwa dirinya, Suryadi, Fitriyah, dan Nurainiyah sempat dipanggil terdakwa Heri Achmadi ke ruang kerjanya untuk dimintai “jatah” PTSL sebesar Rp50 juta. Permintaan tersebut ditolak oleh Wahyu, dan hanya diberikan Rp30 juta.

Setelah pemberkasan selesai dan uang pembayaran Rp150 ribu terkumpul, melalui bendahara panitia PTSL dan atas kesepakatan antara Wahyu dan Nurainiyah tanpa melibatkan Suryadi dan Fitriyah diberikan "jatah" ke Kades sebesar Rp30 juta, diambil dari uang PTSL.

Wahyu juga menyampaikan bahwa atas persetujuan terdakwa Heri Achmadi, panitia memberikan uang kepada perangkat desa rata-rata sebesar Rp250 ribu. Hanya Gunawan yang menerima Rp1 juta dan terdakwa Heri Achmadi menerima Rp30 juta. Uang ini dibagikan saat acara pembubaran panitia PTSL di Trenggalek, yang pembiayaannya juga diambil dari dana PTSL.

Penasihat Hukum (PH) terdakwa Heri Achmadi mempertanyakan kepada Wahyu terkait belum selesainya Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) pelaksanaan program PTSL. Namun, Wahyu sudah memutuskan untuk menggunakan uang sisa operasional untuk rekreasi dan pembagian uang. Wahyu menjawab bahwa LPJ sebenarnya sudah selesai namun belum ditandatangani. “Untuk LPJ sebenarnya sudah jadi di bendahara, tetapi saya belum menandatangani,” tuturnya.

Ketika ditanya PH terdakwa Heri Achmadi soal pertanggungjawaban sebagai Ketua Panitia terkait penggunaan dana operasional sebelum LPJ ditandatangani, Wahyu menjawab, “Saya tidak bisa menjawab kalau masalah itu,” kilahnya.

Reaksi paling keras terhadap hal ini muncul dari salah satu anggota Majelis Hakim. “Saudara bilang penghematan, hasil merampok namanya itu, bukan menghemat. Merampok dari para pemohon. Seharusnya cukup bayar Rp150 ribu, tapi kalian minta warga tanggung materai dan patok sendiri. Kalau pengeringan tambah Rp2,5 juta, kalau hibah/waris tambah Rp300 ribu. Aturan mana yang menyebutkan seperti itu? Pertanggungjawaban belum selesai, tapi Anda sudah berani buat foya-foya,” tegasnya.

Sementara itu, kedua terdakwa, Heri Achmadi dan Sari Diah Ratna, memilih tidak menanggapi kesaksian para saksi dalam persidangan kali ini. Keduanya menyatakan akan menanggapi dalam nota pembelaan. Sidang akan kembali digelar pada Selasa, 17 Juni 2025, pukul 09.00 WIB, dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan.


Redaksi: Imam

Editor: Amanda

0/Post a Comment/Comments

Logo PT Edy Macan Multimedia Center
Kunjungi Kami
Untuk Kebutuhan
Anda

Recent Comments