Lamongan, Radar CNN Online – Ujian perangkat Desa Sidomulyo, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, yang digelar Kamis (18/9/2025) lalu, menyisakan polemik. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sidomulyo, Masnun, mengaku tidak pernah dilibatkan dalam pelaksanaan ujian tersebut. Polemik semakin mencuat setelah beredar isu dugaan jual beli jabatan atau gratifikasi senilai Rp250 juta untuk tiga formasi jabatan yang kosong, yakni Kaur Keuangan, Kasi Pemerintahan, serta Kasi Kesejahteraan Masyarakat.
Sejumlah peserta yang gagal dalam ujian, seperti Muhammad Haris dan Siti Rohmawati (formasi Kaur Keuangan), Muhammad Subhan Afifi (formasi Kasi Pemerintahan), serta Abdurrahman (formasi Kasi Kesejahteraan Masyarakat), menyatakan keberatan atas hasil keputusan panitia. Mereka hanya diberi waktu lima hari kerja untuk mengajukan sanggahan, dan menuntut beberapa poin penting, di antaranya:
Legalitas pihak ketiga penyedia layanan CBT (Computer Based Test), termasuk identitas pemilik PT, alamat, serta dokumen resmi perusahaan.
Transparansi hasil ujian dari server, bukan hanya berupa tangkapan layar (screenshot) PPT, agar peserta bisa memverifikasi nilai secara mandiri.
Pengawas wajib menunjukkan kejelasan poin 1 dan 2 sebelum pelantikan perangkat desa. Jika tidak, maka pelantikan tidak boleh dilaksanakan.
Muhammad Haris, mewakili peserta yang menyanggah, mengungkapkan pihaknya sudah menemui Sekretaris Desa sekaligus Sekretaris Panitia, Siswanto, namun diarahkan ke Kecamatan Modo.
“Tadi siang kami sudah bertemu dengan Camat Modo bersama Sekcam dan Kasipem. Kami menjelaskan sanggahan yang kami ajukan. Camat menerima, tetapi mereka tidak bisa memberikan keterangan karena hanya sebagai tim pengawas. Namun, mereka berjanji akan menindaklanjuti tuntutan kami,” jelas Haris kepada awak media, Selasa (23/9/2025).
Mengacu aturan hukum, langkah hukum dapat ditempuh untuk menggugat hasil ujian perangkat desa yang dianggap tidak transparan, mulai dari mengumpulkan bukti, mengidentifikasi pelanggaran, hingga mengajukan gugatan ke PTUN atau lembaga terkait.
Selain itu, dugaan gratifikasi juga berpotensi masuk ranah pidana. Berdasarkan Pasal 12B ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap jika berkaitan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban. Sanksinya berupa pidana penjara minimal 4 tahun hingga maksimal 20 tahun, atau seumur hidup, serta denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Hingga berita ini diturunkan, Ketua Panitia Mashud maupun Sekretaris Panitia Siswanto belum memberikan keterangan. Keduanya enggan merespons konfirmasi wartawan terkait dugaan adanya permainan dalam ujian perangkat desa Sidomulyo.
Redaksi: Yoyon
Editor: Mnd
Posting Komentar