Pembubaran Saber Pungli Tuai Polemik: Kekhawatiran Maraknya Pungli di Layanan Publik Kembali Meningkat

  

Jakarta, Radar CNN Online – Pembubaran Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) oleh Presiden Prabowo Subianto melalui Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2025, dinilai sebagian kalangan sebagai langkah yang berpotensi membuka kembali ruang praktik pungutan liar (pungli) di sektor pelayanan publik.

Perpres tersebut resmi mencabut Perpres Nomor 87 Tahun 2016 yang menjadi dasar pembentukan Satgas Saber Pungli di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Padahal, sejak dibentuk tahun 2016, Satgas Saber Pungli dikenal sebagai instrumen penting dalam upaya pemberantasan praktik korupsi dan pungutan liar di berbagai instansi, termasuk pelayanan publik kepolisian seperti Samsat dan Satpas SIM.

Dalam konteks program Polri Presisi, yang digagas oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan semangat Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan, penghapusan Satgas ini menimbulkan tanda tanya di masyarakat.
Pasalnya, meski pelayanan publik di berbagai Satpas di Jawa Timur telah menunjukkan kemajuan dalam penerapan sistem bebas KKN, sejumlah isu dan dugaan praktik “dana komando” atau pungli dalam proses pengurusan SIM tetap santer beredar.

Padahal, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dalam berbagai arahannya menegaskan pentingnya penegakan disiplin internal dan pemberian sanksi tegas terhadap setiap anggota Polri yang terlibat pelanggaran, termasuk pungli.
Langkah ini merupakan lanjutan dari komitmen Polri untuk mewujudkan institusi yang profesional, transparan, dan berkeadilan.

Sebagai perbandingan, pada masa kepemimpinan Jenderal (Pol) Tito Karnavian tahun 2016, Polri bahkan melakukan inspeksi mendadak ke berbagai kantor Samsat dan Satpas di seluruh Indonesia sebagai bagian dari gerakan nasional Saber Pungli.
Kala itu, Tito menegaskan bahwa Polri tidak boleh hanya menindak praktik pungli di instansi lain, namun abai terhadap pelanggaran di internalnya sendiri.

Kini, dengan tidak berlakunya kembali Satgas Saber Pungli, banyak pihak khawatir praktik pungli dapat kembali marak di sejumlah instansi, khususnya di bidang pelayanan publik yang melibatkan kepolisian.
Berdasarkan Pasal 368 KUHP, praktik pungli dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pemerasan dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.

Langkah pembubaran ini pun memunculkan desakan dari berbagai kalangan agar pemerintah segera menyiapkan mekanisme pengawasan baru yang lebih kuat dan transparan.
Hal ini penting agar semangat reformasi birokrasi, integritas pelayanan publik, dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara tetap terjaga.

Sementara itu, hasil survei independen mengenai pelayanan publik di 8 Satpas wilayah Jawa Timur saat ini tengah disiapkan untuk memetakan tingkat kepatuhan terhadap prinsip anti-pungli di lapangan.
Hasilnya diharapkan dapat menjadi evaluasi menyeluruh bagi aparat penegak hukum agar tetap berkomitmen pada semangat pelayanan yang bersih dan bebas pungutan liar.

Redaksi: Mst
Editor: Mnd

0/Post a Comment/Comments

Logo PT Edy Macan Multimedia Center
Kunjungi Kami
Untuk Kebutuhan
Anda

Recent Comments